Selasa, 02 Agustus 2011

SAATKU MEMBUKA MATA
Karya : Rizkia Meutia Putri
Ketika hati tak sejalan, saat langkah pun tak setujuan. Aku bimbang, gundah akan kemana kaki ini akan berpijak. Saat semua keluarga, sahabat, dan teman terngiang dalam benak mimpiku semalam. Aku kesepian, ketika mereka membawa semua cinta dan meninggalkan aku di atas tajamnya bebatuan. Aku sendiri, melangkah dalam perihnya kehidupan. Menatap asa yang belum jua sampai, bahkan terlihat bayangannya pun kurasa belum.
Belum jauh aku melangkah, kakiku terluka. Darah bercucuran dan tak ada seorang pun membantuku. Aku menangis, ketika langkahku terhenti karena luka ini. Tapi setidaknya aku tau, hidup bukan untuk ditangisi namun dihadapi, akupun menyadari dan segera bangkit membangun semangatku yang sempat tumbang. Bagaimana pun ini hidupku, bukan hidupmu, hidupnya, bukan pula hidup mereka atau kalian. Pahit manis akhir cerita ini kelak hanya aku yang akan merasakan.
******
Hidupku dimulai kurang lebih lima belas tahun silam. Saat itu aku terlahir ke dunia tanpa sehelai kain dengan lumuran darah yang cukup banyak. Aku menangis ketika aku terlahir, entah mengapa. Namun yang ada dipikiranku saat ini, mungkin saat itu aku ketakutan dan kedinginan karena aku berpikir tak lagi terdekap dalam rahim seorang ibu dan tiada lagi sentuhan hangat yang memanjakan aku.
                Namun beberapa saat kemudian aku terdiam, tangis yang memecah keheninganpun perlahan lenyap. Ternyata aku salah, aku justru mendapat sesuatu yang lebih dari rasa hangat dan sentuhan hangat sebelum aku terlahir. Aku merasakan dekapan, ciuman, pelukan, dan kasih sayang yang hangat dari seorang wanita yang saat ini kupanggil mama. Aku terdiam kemudian terlelap dan terbuai dalam kehangatan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
                Tiada terasa waktupun telah berputar sedemikian cepat tanpa terasa. Saat ini aku telah beranjak remaja. Pahahal, rasanya kemarin aku baru terlahir dan mendapat dekapan dan pelukan hangat dari seorang ibu.
                Hidupku saat ini tak seindah dulu ketika aku masih menjadi malaikat kecil bagi orang tuaku. Saat ini, semuanya kulakukan sendiri. Mulai dari makan tidak lagi disuapi, tidur tidak lagi ditemani dan mandi pun kulakukan sendiri. Ternyata begini rasanya ketika sudah besar. Rasanya aku ingin kembali menjadi anak kecil lagi seperti dulu, makan disuapi, tidur ditemani dan apapun yang kuinginkan selalu dikabulkan. Ingin sekali rasanya aku menjerit, “MAMA, PUTRI MAU JADI ANAK KECIL LAGI!”
                Tapi setelah kupikir-pikir lagi, itu tidak ada gunanya. Percuma apa pun yang aku lakukan tidak akan mengubahku menjadi anak kecil lagi.
                Perlahan kutersadar, aku sudah besar dan inilah saatnya untuk aku melakukan apapun yang aku mampu untuk membahagiakan kedua orang tuaku. Aku sudah dilahirkan dengan anggota tubuh yang lengkap. Apa lagi yang harus aku takuti?
                Menatap ke depan dan jalani hidup dengan penuh keberanian, ini yang membuatku bangkit dan menutup lembaran masa kecilku dengan membuka lembaran baru. Hari ini aku telah terbangun dari lelapku semalam. Ternyata aku kelelahan sampai-sampai aku bangun kesiangan. Tepat pukul enam pagi aku baru terbangun pada hari Minggu. Aneh kedengarannya untuk kalian kalau hari libur bangun jam enam pagi itu kesiangan. Tapi tidak aneh untukku.
                Masa-masa seperti ini telah kulalui sejak aku kecil. Aku terbiasa bangun saat azan solat subuh dikumandangkan. Kebiasaan ini awalnya adalah dari unsur keterpaksaan yang membuat aku terbiasa dan akhirnya menjadi kegiatan rutinitasku sehari-hari. Padahal teman-teman untuk se-usiaku saat ini, hari Minggu merupakan hari tenang dan hari istirahat. Bisa bangun kapan saja dan bebas melakukan apa saja, terkecuali aku. Hari Minggu untuk diriku pribadi merupakan hari dimana aku harus membenahi diri, mulai dari urusan kamar sampai ke urusan rumah seperti mencuci, menyapu, mengepel dan lain-lain.
                Mungkin terdengar sedikit membosankan dan melelahkan ketika hari libur diisi dengan hal yang seperti itu. Untuk diriku pribadi kuakui kegiatan ini cukup membosankan, menghabiskan waktu libur dengan hanya berada di rumah seharian suntuk. Tapi mau bagaimana lagi, aku sebagai anak yang dituakan dan menjadi salah satu harapan terbesar untuk keluargaku, aku harus menyingkirkan dan membuang keegoisanku untuk bermain di hari Minggu ataupun hari lain. Aku tidak ingin mengecewakan orang yang menyangiku. Kukerahkan seluruh tenaga dan pikiranku untuk menjamin masa depan yang lebih baik untukku dan untuk keluargaku.
                Aku merupakan seorang anak yang menurutku cukup mampu dan percaya diri dengan harapan dan keinginanku untuk menjadi kebanggan bagi mereka1 kelak. Aku berjanji kepada diriku sendiri tidak akan mengecewakan orang yang kusayangi dan menyangiku, dan aku berjanji akan membahagiakan mereka kelak.
                Seperti yang selalu terlintas dibenakku, senyuman mereka yang menyemangati hari-hariku. Sebagai motivasi untukku agar tidak akan terlintas niat buruk atau apapun yang akan mengganggu impianku. Aku yakin, sangat besar harapan mereka padaku. Sekali lagi aku katakan, “Aku berjanji akan membahagiakan mereka.”
                Tak peduli apa yang teman-temanku katakan kepadaku tentang aku yang sulit terbuka dan bebas menerima orang lain di hidupku. Yang ada dipikiranku adalah mereka tidak tau apa yang aku jalani dan aku rasakan saat ini. Mungkin bukan saat ini waktu yang tepat untukku berbagi kesulitan pada mereka. Namun aku yakin suatu hari nanti tanpa aku ucapkan kepada mereka, mereka akan tau dan mengerti juga menyesal tentang apa yang telah mereka tuduhkan kepadaku. Selama ini aku hanya diam, tapi itu bukan berarti menjadi orang yang lemah tak! Benar, benar kalau setiap orang harus menjalani dan mengarungi hidup seperti air yang mengalir. Kenapa? Karena, bisa kalian bayangkan bagaimana air apabila sedang mengalir. Ia mengikuti kemanapun arah yang ditujukan untuknya, yaitu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, serta membentuk diri sesuai dengan wadah yang ia tempati saat itu. Itu artinya, air mampu menjalani hidupnya meskipun ia harus terhantam bebatuan yang keras nan besar. Selain itu, air mampu menyesuaikan diri dimanapun ia berada. Tidak peduli meskipun ia menjadi seperti apapun dan berada dimanapun, baginya yang terpenting adalah kenyataan. Dan kenyataannya adalah mau bagaimanapun wujud yang terbentuk darinya, air tetap disebut air. Sebagai bukti lain, air yang di laut, di sumur, dan air yang turun dari langit, bagaimanapun wadah yang ia tempati, setiap orang tetap menyebutnya air.
                Maksudnya adalah jika air diibaratkan dengan kita, maka kita akan mampu dan dapat bermanfaat untuk orang lain. Dengan catatan kita harus mampu membawa diri dan beradaptasi dengan lingkungan kita yang baru tanpa meninggalkan jati diri dan melupakan darimana kita berasal.
                Karena pepatah mengatakan, “Tidak akan ada sesuatu menjadi baik, jika bukan kita yang memperbaikinya.” Dan semua itu terbukti denganku. Semenjak aku terbangun dan menyadari bahwa kita tidak perlu menunggu kesalahan yang kita perbuat sendiri untuk membuat kita menjadi lebih baik. Karena kita tidak punya banyak waktu untuk melakukan suatu kesalahan yang akan menyadarkan diri kita.


Butuh waktu yang cukup lama untuk berbuat suatu kesalahan yang membuat diri kita tersadar, maka belajarlah dari kesalahan orang lain.”

0 komentar:

  • Posting Komentar